Headlines

Tolak Omnibus Law , Ribuan Buruh di Sumut Turun ke Jalan


(TO - Medan) -  Sedikitnya ribuan buruh/pekerja yang datang dari berbagai daerah di Sumatera Utara melakukan aksi unjuk rasa, menolak kebijakan pemerintah terkait penerbitan RUU Omnibus Law Ketenagakerjaan (UU Cipta Lapangan Kerja), Kamis (23/1/2020).

Pantauan wartawan dilapangan, sambil membawa sejumlah poster dan spanduk, ribuan orang buruh yang tergabung dalam Aliansi Pekerja Buruh Daerah Sumatera Utara (APBDSU) berkumpul di Lapangan Merdeka Medan, kemudian melanjutkan aksi ke Kantor DPRD Sumatera Utara dan Kantor Gubernur Sumatera Utara (Sumut).

Dalam orasinya didepan kantor DPRD Sumut, koordinator aksi Natal Sidabutar, SH menyampaikan, unjuk rasa yang dilakukan kali ini meliputi 12 tuntutan, salah satunya menolak dengan keras kebijakan pemerintah yang akan menerbitkan RUU Omnibus Law Tenaga Kerja. Menurutnya aturan yang akan dibuat bertolak belakang dengan tujuan hukum ketenagakerjaan.

Kebijakan Pemerintah melalui RUU Omnibus Law pada bidang ketenagakerjaan, yang bertujuan untuk menarik minat investor, sudah dapat dipastikan akan mereduksi (mengurangi, memotong) hak-hak para pekerja/buruh yang telah diatur dalam Undang- undang ketenagakerjaan.

Omnibus Law atau UU Cipta Lapangan Kerja (Cilaka) menunjukan keberpihakan pemerintah kepada investor asing. Memberi peluang Investor Asing masuk ke Indonesia dengan membawa Pekerja asing, tanpa harus mempunyai skill dan tidak harus bisa berbahasa indonesia Sementara rakyat Indonesia saja sulit mencari pekerjaan.

Selain itu Permasalahan pokok yang menjadi kekawatiran pekerja/buruh dengan lahirnya UU Cipta Lapangan Kerja ini menyangkut hilangnya (berkurangnya) uang pesangon bagi pekerja/buruh yang mengalami PHK, waktu kerja, perubahan status kerja dari pekerja tetap menjadi Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) atau pekerja kontrak atau menjadi pekerja jam-jam-an yang memberikan peluang bagi pengusaha melakukannya pada semua jenis dan bidang kerja dan penghapusan sanksi pidana, seperti pemberlakuan PKWT saat ini hampir disetiap bidang kerja.

Penjelasan mengenai PHK belum merinci atau belum ada penetapan besaran pesangon yang akan diberikan bagi pekerja/buruh yang mengalami PHK. Sementara besaran nilai pesangon sesungguhnya menjadi hal yang sangat krusial yang dipersoalkan pekerja/buruh, sehingga besar kemungkinan bahwa nilai besaran pesangon akan turun dari yang sebelumnya dan jika melihat dari jaminan kehilangan pekerjaan (JKP) yang didengungkan pemerintah, berupa Cash Benefit (Imbalan Tunai), Vacational Training (Pelatihan Kejuruan) dan Job Placement Access (Akses Penempatan Kerja) yang kita juga belum mengetahui bentuk dari ketiga JKP tersebut.

Dalam hal waktu kerja, disebutkan bahwa waktu kerja paling lama 8 jam dalam 1 hari, artinya pemerintah memberi ruang bagi pengusaha untuk mempekerjakan buruh kurang dari 8 jam dalam 1 hari. Hal ini tentu akan berdampak pada besaran upah (pendapatan) yang akan diterima oleh pekerja/buruh setiap bulannya, dan juga berdampak pada status kerja pekerja/buruh dalam perusahaan.

"Jadi Kalau Omnibus Law diberlakukan, tidak menutup kemungkinan para buruh/pekerja semakin sengsara. Jangankan untuk sekolah anak, untuk beli beras saja nanti kita susah. Makanya kita minta DPR menolak UU Omnibus Law tersebut", ucap Natal.

Natal juga menyampaikan, selain penolakan Omnibus Law, pihaknya juga meminta pemerintah membubarkan BPJS Kesehatan. Karena dinilai merugikan masyarakat khususnya buruh. 

"Ditengah kesulitan  ekonomi masyarakat saat ini, pemerintah malahan menaikan iyuran BPJS hingga seratus persen. Padahal disatu sisi kerap terjadi konflin dari para pasien BPJS karena buruknya pelayanan rumah sakit", tegas Natal.

Selanjutnya beberapa orang perwakilan APBDSU, yang terdiri dari Serbundo, SBMI Merdeka, SPN Sumut, FSPMI-KSPI Sumut, F.SP. LEM -KSPSI, SBSI, KSBSI Sumut, FSPI - KPBI, OPPUK, SBMI Sumut dan SPR Sejahtera, dipersilahkan masuk menemui DPRD Sumut.

"Hasil pertemuan dengan wakil ketua DPRD Sumut, mereka sepakat mendukung keluhan para buruh dan berjanji akan segera melanjutkan keluhan kami ke DPR RI serta Presiden, dan dalam waktu lebih kurang tiga hari mereka akan memberitahukan hasilnya", jelas Natal.

Kemudian masa melanjutkan orasi kedepan kantor Gubernur Sumatera Utara (Utara). Namun mereka mengaku kecewa karena tidak dapat bertemu dengan Gubernur Sumut.

"Kami kecewa, di kantor Gubsu hanya diterima oleh Kabag biro dan bidang Humas, sementara Wagubsu saja tidak ada ditempat", ungkap Natal Sidabutar.

Usai melakukan orasi, ribuan buruh membubarkan diri dengan tertib, dan mengancam akan terus melakukan aksi bila pemerintah tetap bersikeras menerbitkan Omnibus Law, dan para buruh berjanji akan menurunkan massa yang lebih besar lagi.

(red/rd)

Targetoperasi.com Copyright © 2017

Gambar tema oleh Bim. Diberdayakan oleh Blogger.