Headlines

Pemerhati Sosial dan Hukum Sikapi Demo Mahasiswa tentang RUU, Legislatif, Menriset Dikti, MenkumHAM Harus Duduk Bareng



(TO - Medan) - Terkait kisruhnya rencana pengesahan beberapa peraturan perundang-undangan di Indonesia, hingga berdampak merugikan banyak pihak, bahkan memakan korban jiwa, mengundang perhatian sejumlah kalangan untuk angkat bicara. Salah satunya Pemerhati Sosial dan Hukum, Ikhwaluddin Simatupang, SH, M.Hum.

Menurutnya, Aksi Demo Mahasiswa pasti tidak didasari konflik kepentingan, dengan Legislatif/Pemerintah atau Aparat Keamanan. Semuanya tentu memiliki kepentingan yang sama untuk lahirnya peraturan perundang-undangan yang sesuai dengan nilai-nilai bangsa Indonesia, berdasarkan Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum. Semua UU harus berKetuhanan Yang Maha Esa, berPerikemanusian Yang Adil dan Beradab, menjaga dan merekatkan Persatuan Indonesia, kemudian sesuai dengan nilai Kerakyatan dalam Permusyawaratan Perwakilan serta menciptakan keadailan sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia

Ikhwaluddin mengatakan, Aksi demo mahasiswa ini lebih pada konflik peranan, atau lebih tepatnya tidak maksimalnya melibatkan pihak-pihak berkopenten dalam pembuatan peraturan perundang-undangan tersebut.

"Dalam kisruh RUU saat ini masyarakat menilai para wakil rakyat tidak berperan secara maksimal, sehingga problem beberapa ketentuan RUU yang menurut masyarakat sangat tidak adil, tidak tersosialisasi, Permasalahannya seperti apa dan bagaimana sebenarnya ketentuannya serta apakah telah dilakukan perbaikan atau tidak", ujar Ikhwaluddin.

Ikhwaluddin menilai, banyak pihak pimpinan perguruan tinggi, khususnya yang memiliki Fakultas Hukum kurang berperan untuk mensosialisasikan problem RUU yang akan dibahas kemudian didiskusikan  bagaimana seharusnya. Perguruan tinggi harus lebih peduli terhadap masalah-masalah yang timbul, apalagi yang sangat mungkin menimbulkan kerawanan. 

"Seandainya saja Para Pimpinan Universitas/Kampus telah dari awal mencermati problem RUU kemudian memberikan “early warning” agar dilakukan kajian akademik secara massif, mungkin persitiwa belakangan ini tidak seperti begini terjadinya.  Sejatinya, cara-cara yang terbaik membahas persoalan RUU itu mencerdaskan, damai dan lebih mengena. Jangan karena kurangnya melibatkan sejumlah kalangan, adik-adik Mahasiswa membahas RUU di pagar gedung Dewan, yang kemudian menghasilkan batu terbang, tembakan gas air mata, hingga merusak sejumlah fasilitas umum, bahkan keringat dan darah, akibat bentrok dengan aparat. Dalam hal ini tidak ada hubungannya RUU atau UU dengan Polri atau ASN. Tugas Wakil Rakyatlah untuk berjuang mewakili rakyat agar perundang-undangan disahkan sesuai dengan harapan masyarakat", papar Ikhwaluddin. 

Ikhwaluddin mengaku sangat menyayangkan terjadinya aksi demo hingga berujung anarkis, di sejumlah wilayah di Indonesia, bahkan memakan korban jiwa serta merusak fasilitas umum.

"Mahasiswa sangat peka terhadap keadaan sosial, apalagi yang berkaitan ketidakadilan bagi masyarakat. Karenanya Semua pihak harus melakukan intropeksi, DPR, Menriset Dikti dan Kementerian Hukum dan HAM agar pembahasan RUU tidak dibahas di depan pagar gedung parlemen, yang sangat rawan terjadinya chaos ”, tegas Ikhwaluddin 

Kementerian Hukum dan HAM bersama DPR harus mencari metode yang lebih baik lagi untuk mensosialisasi RUU agar dapat diketahui seluruh lapisan masyarakat. Kemudian menginventaris apa-apa saja yang menjadi keberatan masyarakat terhadap RUU yang akan diundangkan. Hal ini sangat penting karena peraturan perUUan setelah diundangkan belaku asas/prinsip”semua masyarakat harus dianggap mengetahuinya”.

Mantan aktifis mahasiswa 98 ini meminta, Kementerian yang membidangi Perguruan Tingggi mengintruksikan kepada para Rektor setiap Universitas yang ada Fakultas Hukumnya untuk mewajibkan adanya laboratorium perundang-undangan. Jadi apabila ada RUU yang sedang dibahas, dapat diuji menggunakan fakultas hukum tersebut, dengan melibatkan para aktifis mahasiswa, atau pengurus lembaga mahasiswa, dosen-dosen, anggota dewan dan ahli hukum, sehingga rencana penerbitan RUU tersebut sudah didalami dan difahami oleh para mahasiswa. Namun apabila ada Fakultas Hukum yang tidak menyediakan laboratorium perundang-undangan diberi sanksi pencabutan SK Fakultas Hukumnya atau apabila tidak berperan maskimal diturunkan akreditasinya. 

"Dengan adanya laboratorium perundang-undangan di setiap kampus yang ada Fakultas Hukumnya, sudah jelas RUU yang akan disahkan lebih membumi dan terima masyarakat", tutur Ikhwaluddin, seraya meminta, DPR, Kementerian Hukum dan HAM serta Kementerian Riset dan Pendidikan Tinggi sangat diharapkan harus duduk bareng menemukan solusi beserta metode melibatkan semua potensi bangsa ini antara lain, lembaga/organisasi dan aktifis-aktifis mahasiswa di universitas sebelum RUU diserahkan atau disyahkan.

(red)

Targetoperasi.com Copyright © 2017

Gambar tema oleh Bim. Diberdayakan oleh Blogger.