Headlines

Mujianto Merasa Dirinya di Kriminalisasi


targetoperasi.com - Penetapan dan penahanan terhadap Mujianto atas tuduhan penipuan dan penggelapan dirasakan dirinya hanyalah sebuah kriminilisasi. Pasalnya ia mengaku hubungan dirinya dengan pelapor (Armen Lubis,red) tidak ada, bahkan ia samasekali tidak mengenal pelapor apalagi memiliki hubungan kerja.
Mirisnya ia mengatakan, laporan Armen itu malah diterima oleh Poldasu dan ia pun ditetapkan sebagai tersangka dan sempat ditahan selama delapan hari.
Mujianto merasa dirinya telah dizholimi. Ia menduga oknum penyidik Ditreskrimum Unit I Subdit II Harda-Bangtah Poldasu tidak professional dan proporsional sehingga terjadi kekeliruan yang sangat fatal menetapkannya menjadi tersangka. Padahal Mujianto sama sekali tidak pernah mengenal Armen Lubis, apalagi menyuruh melakukan pekerjaan penimbunan pasir laut di lahan miliknya di kawasan Kampung Salam Belawan.


“Tidak kenal. Tidak ada hubungan kerja. Tapi kok bisa laporannya diterima? Ada apa ini? Kita menduga ada konspirasi untuk mengkriminalisasi saya dengan rekayasa penzholiman yang keji,” sebut Mujianto kepada wartawan di Jakarta, beberapa waktu lalu.

Dugaan adanya konspirasi mempidanakan Mujianto semakin terang setelah penyidik Poldasu berulang kali melimpahkan berkas perkara ke Kejatisu. Berulang kali pula Kejatisu mengembalikan berkas itu untuk dilengkapi dengan berbagai petunjuk hukum. Bahkan pelimpahan berkas P19 itu sampai tiga kali mondar-mandir Poldasu dan Kejatisu. Malah berkas P19 itu sudah jauh melebihi batas waktu yang diatur sesuai hukum. Hal ini membuktikan kasusnya terkesan dipaksakan.
Berkas Mujianto pertama kali dinyatakan P19 dan dilimpahkan Polda ke Kejatisu pada Selasa 23 Januari 2018. Pada Jumat 2 Fabruari 2018, penyidik Kejatisu mengembalikan berkas itu kepada Poldasu disertai petunjuk yang harus dilengkapi dengan tenggat waktu selama 14 hari.

Selanjutnya, Kamis 8 Maret 2018, meski tenggat waktu yang diberikan Kejatisu telah lama habis, penyidik Poldasu tetap “ngotot” kedua kalinya melimpahkan berkas P19 itu ke Kejatisu. Kemudian 20 Maret 2018, penyidik Kejatisu mengembalikan lagi berkas P19 tersebut ke Poldasu untuk dilengkapi. Pada akhir Maret 2018, penyidik Poldasu untuk ketiga kalinya melimpahkan berkas P19 Mujianto ke Kejatisu. Pada 7 April 2018, berkas itu dikembalikan lagi karena tidak lengkap.

“Berkas P19 pertama yang dilimpahkan penyidik kepolisian dikembalikan jaksa. Kedua dan ketiga juga begitu. Ini menunjukan bukti lemah dan tidak layak dilanjutkan. Sesuai aturan hukum, polisi harus menutup kasus ini dan berhak menerbitkan SP3", ujar Mujianto.

Sebelumnya Armen Lubis melaporkan Mujianto ke Poldasu dengan tuduhan penipuan dan penggelapan sesuai Nomor LP/509/IV/2017 SPKT II tertanggal 28 April 2017. Armen mengaku mengalami kerugian material hingga mencapai Rp 3 miliar. Kerugian itu berawal dari ajakan Rosihan Anwar staf Mujianto untuk melakukan bisnis penimbunan lahan seluas 1 hektar di atas lahan di Kampung Salam, Kelurahan Belawan II, Kecamatan Medan Belawan, sekitar Juli 2014 lalu. Armen mengklaim proyek itu telah selesai, namun Mujianto tidak membayar hasil pengerjaannya. Armen pun melaporkan Mujianto dan Rosihan ke Poldasu dan keduanya ditetapkan sebagai tersangka.

Laporan dan penetapan sebagai tersangka itu sontak mengejutkan Mujianto. Ketua Yayasan Budha Tzu Chi Sumatera Utara ini merasa dikriminalisasi dengan rekayasa zholim. Soalnya, ia tidak pernah mengenal dan tidak punya hubungan kerja dengan Armen. Karena itulah, Mujianto memohon perlindungan hukum dan kepastian hukum untuk penegakan keadilan kepada Presiden, Ketua Mahkamah Agung, Ketua DPR dan Komisi III DPR, Menkopolhukam, Menkumham, Kapolri, Jaksa Agung, Ombudsman, Kompolnas, Komnas HAM, Kajatisu dan Kapoldasu.

Permohonan itu disampaikan Mujianto secara tertulis tertanggal 27 Februari 2018 lalu. Melalui suratnya, Mujianto menjelaskan proyek penimbunan lahan miliknya dengan pasir laut di Kampung Salam Belawan, mulai dikerjakan akhir 2013.

Sebelumnya ia memberi kuasa kepada karyawannya Parlindungan Togi untuk mencari kontraktor yang mampu mengerjakan proyek tersebut. Kemudian Parlindungan Togi memberikan pekerjaan itu kepada Marwan pimpinan PT Dock Nyonya Cantik sesuai Surat Perintah Kerja (SPK) tertanggal 19 Desember 2013.
Proyek penimbunan itu pun dikerjakan Marwan. Namun, setelah dikerjakannya enam bulan, Marwan gagal melakukan penimbunan.

Dari sekitar 3,4 hektar lahan yang akan ditimbun sesuai SPK, satu hektar pun tidak selesai dikerjakannya. Dalam hal ini Mujianto telah mengeluarkan uang sebesar Rp 2,5 miliar. Kemudian proyek itu dikerjakan staf Mujianto bernama Rosihan Anwar, pensiunan dari Pelindo I. Selama enam bulan dikerjakan, Rosihan juga gagal melakukan penimbunan.

Kali ini Mujianto kembali mengalami kerugian sebesar Rp 2,5 miliar. Setelah gagal, Rosihan diberhentikan dari staf Mujianto karena dianggap banyak merugikan. Selanjutnya Rosihan menemui Mujianto meminta agar proyek itu tetap dikerjakannya. Ia membuat surat pernyataan tertanggal 14 Oktober 2014 tentang kesanggupannya dan mampu mengerjakan penyelesaian proyek itu tanpa biaya dari Mujianto.

Dalam surat pernyataannya Rosihan menyebut akan menyelesaikan pekerjaan dengan menggunakan teknologi yang dapat menghasilkan produksi minimal 300 m3 per hari per satu unit alat. Ia berjanji membuktikan hasil kerjanya itu selama 15 hari. Dalam melaksanakan pekerjaan tersebut, Rosihan menyatakan didukung Ir Muhaimin Nasution (menyangkut teknologi dan operasi penimbunan) dan Drs Armen Lubis MM (menyangkut managemen dan pembiayaan), atas tanggungjawab dirinya kepada Mujianto.

Selang berapa lama, Rosihan, Marwan dan Armen dengan konsultan PT Bungasari Flour Mills Indonesia (BFMI) selaku pihak yang hendak membeli lahan Mujianto, membuat laporan seakan-akan Rosihan Cs berhasil melakukan penimbunan seluas 1 hektar di lahan Mujianto.

Awalnya Mujianto senang dan hendak membayar hasil pekerjaan itu. Namun, setelah dievaluasi ahli yang diturunkan Mujianto ke lokasi, ternyata hasilnya tidak sesuai dengan laporan tersebut. Mujianto malu karena hasil pekerjaan yang dilaporkan Rosihan Cs dengan konsultan PT BFMI tidak sesuai dengan fakta di lapangan.

Kemudian Mujianto mendatangi pihak PT BFMI untuk membatalkan rencana penjualan lahannya dan mengembalikan semua uang yang telah ditransper perusahaan itu berikut denda-dendanya. Namun, PT BFMI tidak mau membatalkan jual-beli itu dan meminta Mujianto tetap menjual lahannya seluas 3,4 hektar. PT BFMI dan Mujianto akhirnya sepakat melanjutkan jual beli dengan tidak lagi penimbunan menggunakan pasir laut, tetapi hanya memakai tanah timbun biasa.

Selanjutnya Mujianto mempercayakan penimbunan lahannya dengan tanah kepada Askaris Chioe pimpinan CV Saainti Karya Teknik. Lalu Askaris melakukan pekerjaannya hingga selesai. Seterusnya PT BFMI membayar lunas pembelian lahan tersebut kepada Mujianto.
Sekian lama setelah transaksi jual beli antara PT BFMI dengan Mujianto selesai, tanpa dinyana Armen melapor ke Poldasu. Tuduhannya adalah Mujianto dan Rosihan telah melakukan penipuan dan penggelapan yang merugikan dirinya hingga Rp 3 miliar.

Mujianto pun kaget dengan tuduhan itu. “Saya tidak pernah mengenal Armen. Saya juga tidak ada hubungan kerja dengannya. Apanya yang saya tipu? Apanya pula yang saya gelapkan? Biarlah proses hukum yang menyelesaikan semuanya,” tandas Mujianto.

Lahannya yang dibeli PT BFMI seluas 3,4 hektar. Artinya, jika benar Rosihan Cs telah melakukan penimbunan pasir laut seluas 1 hektar, maka yang belum tertimbun 2,4 hektar lagi.

“Kenyataannya tidak. Kalau benar sudah ditimbun 1 hektar seharusnya tinggal 2,4 hektar lagi, bukan 3,4 hektar yang kembali ditimbun dengan tanah. Saya duga jelas yang diklaim 1 hektar sudah ditimbun pasir laut disinyalir fiktif yang terindikasi dirangkai data-data palsu,” tuturnya.

Jika Rosihan Cs dan oknum penyidik Ditreskrimum Poldasu dapat membuktikan hasil kerja penimbunan pasir laut di lahannya seluas 1 hektar seperti yang dituntut Armen Lubis, maka Mujianto bersedia membayar dua kali lipat.

“Demi keadilan dan kebenaran, tidak hanya Rp 3 miliar, tetapi saya bersedia membayar Rp 6 miliar", tukasnya.

Mujianto yang dihubungi via telepon, Jumat malam, mengaku terkejut dijadikan buronan yang masuk DPO. “Ini sudah benar-benar penzholiman,” lirihnya.

Menurutnya, penetapan dirinya sebagai DPO sudah di luar logika. Ia tidak menghadiri dua kali panggilan bukan untuk menghindari pemeriksaan atau takut, tetapi pemeriksaan dinilai sudah tidak sesuai lagi dengan ketentuan hukum yang sebenarnya.

“Saya sudah bolak-balik diperiksa penyidik selama enam bulan terakhir. Bahkan, selama ditahan 8 hari, saya juga terus menjalani pemeriksaan secara kontiniu,” urai Mujianto yang mengaku sedang berobat di Singapura.

Mujianto mengaku tetap koperatif. Jauh sebelumnya Mujianto telah memberitahu penyidik secara resmi melalui surat soal ketidakhadirannya memenuhi panggilan bukan faktor kesengajaan, tetapi karena padatnya jadwal kegiatan sosial dan kondisi kesehatan dirinya.

Dalam suratnya juga tercantum penjelasan dan keterangannya terkait duduk persoalan yang disangkakan kepada dirinya. Mirisnya, penyidik terus saja memanggil seakan ingin terus menerus mencari kesalahan seperti pelaku kejahatan atau teroris.

“Saya mohon perlindungan hukum dari Bapak Presiden Joko Widodo dan Bapak Kapolri Jenderal Tito Karnavian. Saya hanya mohon dan tetap menuntut keadilan,” tuturnya seraya mengaku dalam waktu dekat akan menggelar konprensi pers untuk menjelaskan penzholiman terhadap dirinya. (Tim)

Targetoperasi.com Copyright © 2017

Gambar tema oleh Bim. Diberdayakan oleh Blogger.