Headlines

Ketum LPI Tipikor RI : Kritikan Kepada Presiden Jokowi Terkait Pembagian Sertifikat Tanah Tak Mendasar dan Asbun


targetoperasi.com- Politikus Partai Amanat Nasional (PAN) Amien Rais, yang mengkritik kebijakan pembagian sertifikat tanah oleh Presiden Jokowi beberapa waktu lalu sebagai pengibulan. Hal tersebut mendapat kecaman dari sejumlah pihak.

Seperti halnya Ketua umum Lembaga Pengawas dan Investigasi (LPI) Tipikor RI Aidil fitri, SH menilai, kritikan terhadap Presiden Joko Widodo, yang disampaikan oleh Amien Rais tersebut, merupakan kritikan asbun (asal bunyi) dan tidak beralasan.

"Semestinya beliau kalau mau ngomong itu harus punya dasar data, kalau nggak ada ini kan bisa menjadi Isu yang nggak baik di Publik", ujar Aidil.

Lebih jauh dikatakan Aidil Fitri, SH, tokoh Bangsa mestinya memberikan contoh yang baik buat bangsa dalam kehidupan Bernegara, apa lagi beliau pernah menjadi Ketua MPR Pasca Reformasi.

Aidil menjabarkan, kritikan tanpa dasar (asbun) itu, sama saja sudah melakukan tindakan Hoax kepada publik dengan menyatakan bahwa pembagian sertifikat yang dilakukan oleh presiden, sebagai pengibulan.

Padahal proyek pembagian sertifikat tersebut merupakan kerja nyata dari Presiden Jokowi  demi hak dan kesejahteraan masyarakat, sebagai mana yang di maksud dalam pasal 33 UUD'45 dan Pancasila

Aidil fitri menambahkan, pernyataan Amien Rais tersebut bisa dikategorikan melanggar undang-undang ITE karena sudah termasuk Hoax.

”Itu bisa dikenakan UU ITE pasal 28, karena termasuk berita hoax dan ujaran kebencian ”, kata Aidil kepada wartawan, Senin, (9/4/2018)

Aidil menjelaskan sebagaimana yang telah tertuang di dalam Pasal 28 ayat (1) UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) menyatakan, Setiap orang dengan sengaja, dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik. Perbuatan yang diatur dalam Pasal 28 ayat (1) UU ITE merupakan salah satu perbuatan yang dilarang dalam UU ITE.

Terkait dengan rumusan Pasal 28 ayat (1) UU ITE yang menggunakan frasa “menyebarkan berita bohong”, sebenarnya terdapat ketentuan serupa dalam Pasal 390 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) walaupun dengan rumusan yang sedikit berbeda yaitu digunakannya frasa “menyiarkan kabar bohong”.

Dia memaparkan, Pasal 40 ayat (2) Undang-Undang No.19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang No.11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, Pasal 40 ayat (2a) Undang-Undang No.19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang No.11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Lalu, Pasal 40 ayat (2b) Undang-Undang No.19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang No.11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, sampai Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika No.19 Tahun 2014 tentang Penanganan Situs Bermuatan Negatif.

Aidil mengatakan, bicara hoax itu ada dua hal. Pertama, berita bohong harus punya nilai subyek obyek yang dirugikan. Kedua, melanggar Pasal 28 ayat 2 Undang-Undang No.11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Pasal 28 ayat 2 itu berbunyi, “Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukkan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA)”

“Masa bagi-bagi sertifikat tanah kok dibilang pengibulan? Nanti kalau Sertifikat tanah tidak dibagi ke rakyat, dibilang dikuasai kapitalis. kan jadi serba salah, maunya apa?,  imbuh Aidil fitri, SH yang saat ini menjabat Ketum LPI Tipikor RI, yang juga wakil ketua DPP Persaudaraan Masyarakat Sumatera (Permara) serta aktif di Saung Nasionalis.

“Semua penyakit ada obatnya, tapi kalau penyakit hati, itu mau cari kemanapun tidak ada obatnya, apalagi kalau di sertai dengan benci dan rasa iri”, pungkas Aidil . (Fendi)

Targetoperasi.com Copyright © 2017

Gambar tema oleh Bim. Diberdayakan oleh Blogger.